AURAT PEREMPUAN YANG TERLIHAT OLEH SESAMA PEREMPUAN SAAT
IHRAM
Oleh : Nasudi, Majlis
Tajdid dan Tarjih PDM Kabupaten Tegal
Disampaikan
pada Musyawarah Wilayah Majlis Tajdid dan Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, di
Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Sabtu-Ahad 29 R. Akhir – 1 Jumadil Ula 1438 H/
28-29 Januari 2017 M.
A.
PENDAHULUAN
Mengutip dari lampiran Surat Majlis Tajdid
dan Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah;
Perempuan Saat Ihram terlihat Auratnya oleh
Perempuan lain. Perilaku para jamaah haji
khususnya yang terkait dengan kaum perempuan adalah berkembangnya
pendapat tentang boleh dan tidaknya seorang perempuan saat ihram terlihat
auratnya oleh perempuan lain, sebut saja misalnya; saat wudhu, ganti kaus
kaki, pakai kerudung di kamar, dan lain-lain. Dalam mensikapi hal ini, KBIH-KBIH berbeda
beda. Ada yang tidak membolehkan, Sebagal konsekuensinya, saat hendak wudhu,
misalnya, seorang perempuan yang sedang ihram harus berwudhu yang tidak dilihat
oleh siapa pun termasuk sesama perempuan. Berbeda dengan pendapat yang pertama, pendapat yang kedua ini
membolehkan. Artinya seorang perempuan saat ihram boleh terlihat auratnya oleh
perempuan lain, sehingga perempuan yang terlihat auratnya tidak terkena
larangan atau pelanggaran.
B.
PERMASALAHAN
Dari pernyataan di atas,
maka dapat diuraikan beberapa permasalahan :
(1). Bagaimana Aurat wanita dan
batas-batasnya
(2). Boleh tidaknyya sesama wanita melihat auratnya.
(3). Pakaian dan aurat wanita saat berihram.
(4). Pelanggaran terhadap melihat
aurat wanita saat ihram apakah mewajibkan adanya dam pelanggaran.
C.
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN AURAT
Aurat secara bahasa berasal dari kata رﺎﻋ , dari kata tersebut muncul derivasi kata bentukan baru dan makna baru pula. Bentuk ‘awira (menjadikan buta sebelah mata), ‘awwara (menyimpangkan, membelokkan dan memalingkan), a’wara (tampak lahir atau auratnya), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar
(yang lemah, penakut), al-‘aura’ (kata-kata dan perbuatan buruk, keji dan kotor), sedangkan al-‘aurat adalah segala perkara
yang dirasa malu. (W. Munawwir,
al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997, hlm.
984-985)
Pendapat senada juga dinyatakan bahwa
aurat adalah sesuatu yang terbuka,
tidak tertutup, kemaluan,
telanjang, aib dan cacat. (Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah,
Ensiklopedi Islam Indonesia,
Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 135).
2.
HUKUM MENUTUP
AURAT
Menurut syariat Islam
menutup aurat hukumnya
wajib bagi setiap orang mukmin baik laki-laki maupun
perempuan terutama yang telah dewasa dan dilarang memperhatikannya kepada orang
lain dengan sengaja tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat, demikian juga
syariat Islam pada dasarnya memerintahkan
kepada setiap mukmin,
khususnya yang sudah
memiliki nafsu birahi untuk tidak melihat dan tidak memperlihatkan
auratnya kepadaorang lain terutama yang berlainan jenis.
Dalam Al-Quran Surat 24. An-Nur ayat
: 30 – 31:
قُل
لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ
ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠ وَقُل
لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا
يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ
ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ
أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ
بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ
غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ
يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ
لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣١ [سورة النّور,٣٠-٣١]
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat"
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung. [An Nur,30-31].
Para ahli hukum Islam berbeda pendapat
dalam menentukan batas- batas
aurat itu sendiri, baik aurat laki-laki maupun perempuan. Menurut kebanyakan
ulama’ batas aurat orang laki-laki ialah anggota-anggota tubuh yang
terletak antara pusat
dan lutut, terutama
alat kelamin dan
dubur di samping juga
paha. Sedangkan menurut
sebagian ulama’ yang
lain, aurat orang laki-laki
hanyalah alat vital dan dubur, sedangkan paha tidak termasuk ke dalam
kategori aurat yang
wajib ditutup. Jumhur
ulama’ berpendapat bahwa aurat
laki-laki yang tidak
boleh diperlihatkan kepada
orang lain terutama kepada
kaum wanita, ialah
anggota-anggota badan yang berkisar antara pusat dan lutut.
Sementara sebagian kecil ulama’ yang pendapatnya dianggap lemah oleh kebanyakan
ulama’, menyatakan bahwa aurat laki-laki di hadapan kaum wanita yang bukan
mahramnya adalah seluruh anggota badannya.
3.
HUKUM MENUTUP
AURAT BAGI PEREMPUAN
Sedangkan untuk Aurat perempuan atau anggota tubuh yang harus ditutupi itu
berbeda sesuai dengan situasi atau kondisi dengan siapa dia berkumpul atau
bertemu. Apakah dengan sesama wanita, dengan laki-laki bukan mahram, dengan
pria yang mahram atau saat shalat
(1). Aurat Perempuan dengan Sesama Wanita
Muslimah
Jumhur Ulama berpendapat bahwa aurat wanita di depan perempuan lain sama
dengan auratnya laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Dalam
kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah dikatakan:
ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّ عَوْرَةَ الْمَرْأَةِ بِالنِّسْبَةِ
لِلْمَرْأَةِ هِيَ كَعَوْرَةِ الرَّجُل إِلَى
الرَّجُل، أَيْ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَلِذَا يَجُوزُ
لَهَا النَّظَرُ إِلَى جَمِيعِ بَدَنِهَا عَدَا مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْعُضْوَيْنِ،
وَذَلِكَ لِوُجُودِ الْمُجَانَسَةِ وَانْعِدَامِ الشَّهْوَةِ غَالِبًا، وَلَكِنْ يَحْرُمُ
ذَلِكَ مَعَ الشَّهْوَةِ وَخَوْفِ الْفِتْنَةِ (1) 1) بدائع الصنائع 6 / 2961، تبيين الحقائق 6 / 18، الشرح الصغير 1 /
288، مواهب الجليل 1 / 498، 499، طبع مطبعة النجاح - ليبيا، مغني المحتاج 3 / 13،
المغني 7 / 105..
“Para ahli fiqih berpendapat bahwa aurat wanita dengan sesama perempuan itu
sama dengan aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Oleh karena itu
wanita boleh memandang seluruh tubuh wanita lain kecuali antara pusar dan
lutut. Hal itu disebabkan karena sesama jenis dan umumnya tidak ada syahwat.
Akan tetapi haram hukumnya apabila melihat disertai syahwat dan takut terjadi
fitnah.”
Namun menurut suatu pendapat dalam madzhab Maliki dan Hanbali, aurat wanita
dengan wanita lain adalah kedua kemaluan depan dan belakang saja. Menurut Imam
al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf mengtakan bahwa ini adalah salah satu pendapat
dalam madzhab Hanbali.
(2). Aurat Anak Perempuan (Belum Baligh)
Anak kecil perempuan usia di bawah 4 (empat) tahun maka tidak ada aurat
baginya menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.
Anak kecil perempuan usia di atas 4 (empat) tahun dan belum mengundang syahwat maka auratnya adalah depan dan belakang (farji dan dubur) menurut madzhab Hanafi. Apabila mengundang syahwat, maka auratnya sama dengan perempuan dewasa walaupun usianya di bawah 10 tahun menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Maliki.
Anak perempuan usia 7 (tujuh) tahun ke atas, auratnya di depan laki-laki bukan mahram adalah seluruh tubuh menurut madzhab Hanbali kecuali wajah, leher, kepala, tangan sampai siku dan kaki.
Anak perempuan usia 10 tahun auratnya sama dengan wanita usia dewasa yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali.
(3). Aurat Perempuan dengan Laki-laki Bukan
Mahram
Madzhab Syafi'i: Di depan laki-laki yang bukan mahram seluruh tubuh wanita
adalah aurat (harus ditutup) kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki.
Dalam kiab al-Umm juz I halaman 89, Imam asy-Syafi'i berkata:
وكل
المرأة عورة، إلا كفيها ووجهها. وظهر قدميها عورة
“Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajah. Sedang bagian atas kaki adalah aurat (telapak kaki bukan aurat).”
Madzhab Maliki: Madzhab Maliki sama dengan Madzhab Syafi'i bahwa aurat
wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Imam ‘Iyadh
Rh. Berkata:
ولا
خلاف أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
“Tidak ada perbedaan ulama mengenai wajibnya menutupi wajah wanita, itu
(wajibnya menutupi wajah) termasuk salah satu kekhususan bagi para istri Nabi
Saw.”
Madzhab Hanafi: Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan kedua tangan perempuan boleh terbuka/bukan aurat. Dan laki-laki boleh memandang wajah perempuan asal tidak syahwat. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani al-Atsar juz II halaman 392 menyatakan:
أبيح للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحرَّم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن، وحرم ذلك عليهم من أزواج النبي. وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى
“Diperbolehkan bagi seseorang untuk memandang sesuatu dari perempuan yang
tidak diharamkan atasnya, yakni wajah dan telapak tangan mereka. Diharamkan
yang demikian itu (memandangnya) adalah bagi para istri Nabi Saw. Yang demikian
itu adalah pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dan Muhammad Rahimahumullahu
ta’ala.”
Madzhab Hanbali: Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah aurat wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat maupun di luar shalat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata:
Madzhab Hanbali: Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah aurat wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat maupun di luar shalat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata:
الصحيح من المذهب أن الوجه ليس من العورة
“Bahwa yang benar dari Madzhab Hanbali adalah berpendapat wajah
bukanlah aurat.”
(4). Aurat Perempaun dengan Laki-laki Mahram
Madzhab Syafi'i: Aurat wanita saat bersama dengan laki-laki mahram adalah
antara pusar sampai lutut. Itu berarti sama dengan aurat wanita dengan sesama
wanita. Berdasarkan keterangan Imam Khatib asy-Syarbini dalam kitab Mughni
al-Muhtaj juz I halaman 185 dan juz III halaman 131.
Madzhab Maliki: Ulama Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat perempuan di
depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala dan
leher. Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI
halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman
214.
Madzhab Hanbali: Ulama Madzhab Hanbali berpendapat bahwa aurat perempuan di
depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala,
leher, tangan dan saq (antara lutut sampai telapak kaki). Sebagaiman keterangan
Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz
V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.
Madzhab Hanafi: Aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala dan leher ditambah dada. Dalam Madzhab Hanafi laki-laki boleh memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat. Berdasarkan keterangan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271.
Madzhab Hanafi: Aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala dan leher ditambah dada. Dalam Madzhab Hanafi laki-laki boleh memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat. Berdasarkan keterangan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271.
(5). Aurat Perempuan Ketika Shalat
Menutupi aurat ketika
shalat adalah wajib dilakukan sejak awal sampai akhir shalat. Apabila aurat
terbuka di tengah shalat tanpa sengaja, maka shalatnya tidak batal asalkan
sedikit dan segera ditutup. Apabila terbukanya secara sengaja maka shalatnya
batal dan wajib mengulangi. Batas aurat wanita saat shalat menurut madzhab yang
4 (empat) adalah:
Madzhab Syafi'i: Ketika shalat seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan luar dan dalam.
Madzhab Hanafi: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali;
telapak tangan bagian dalam (bagian luar telapak tangan termasuk aurat) dan
bagian luar telapak kaki (telapak kaki bagian dalam adalah aurat).
Madzhab Hanbali: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah.
Madzhab Maliki: Dalam Madzhab Maliki membagi aurat wanita ketika shalat
menjadi 2 (dua) yaitu mughalladzah (berat) dan mukhaffafah (ringan) dan
masing-masing memiliki hukum tersendiri. Aurat mughalladzah adalah seluruh
anggota tubuh selain seputar kepala, dada dan punggung atau antara pusar sampai
lutut. Aurat mukhaffafah (ringan) adalah seluruh tubuh selain dada, punggung,
leher, lengan (antara siku sampai pergelangan tangan) dan dari lutut sampai
akhir telapak kaki atau selain pusar sampai lutut kaki. Terbukanya aurat
mughalladzah ketika shalat dapat membatalkan shalat. Sedang terbukanya aurat
mukhaffafah tidak membatalkan shalat. Akan tetapi disunnahkan mengulangi shalat
apabila waktu mencukupi.
4.
PAKAIAN IHRAM
PEREMPUAN
Bagi perempuan, tidak ada ketentuan secara khusus seperti apa pakaian
ihramnya. Yang terpenting bagi perempuan adalah memakai pakaian yang menutup
aurat namun justru tidak diperkenankan memakai penutup wajah dan juga penutup
telapak tangan. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW:
لَا تَنْتَقِبْ الْمَرْأَةُ
الْمُحْرِمَةُ وَلَا تَلْبَسْ الْقُفَّازَيْنِ
Wanita yang sedang dalam keadaan berihram supaya tidak memakai niqab
(cadar) dan tidak memakai kaos tangan (HR Bukhari 1838)
Yang perlu dicatat dalam masalah aurat bagi perempuan adalah bentuk
pakaiannya, tentu memakai rok atau gamis lebih baik dibanding celana yang
membentuk anggota badan. Pakaian yang tidak transparan pun termasuk diantara
masalah yang perlu diperhatikan, dan satu lagi mengenai pakaian ketat supaya
ditinggalkan.
Diantara permasalahan mengenai ihram bagi perempuan ini akan kami bahas
secara langsung, agar anda para pembaca tak harus memendam rasa penasaran.
a. Apakah pakaian
ihram bagi perempuan harus berwarna putih?
Tidak, bahkan sebenarnya pakaian putih hanya disunnahkan untuk dipakai
laki-laki, bukan perempuan. Bagi perempuan memakai pakaian ihram berwarna
hijau, pink, merah atau berwarna-warni tidak terlarang. Namun yang terbaik
dalam kondisi ibadah (apalagi dalam keadaan ihram) supaya memakai yang
sederhana.
Para ulama memaknai pakaian yang sederhana bukanlah pakaian yang membuka
aurat karena kainnya sedikit. Pakaian sederhana tetaplah yang menutup aurat
namun tidak banyak menggunakan perpaduan warna, tidak banyak menggunakan
pernak-pernik seperti bordir, gambar atau semisalnya. Pakaian yang polos lebih
diutamakan.
Termasuk diantara pakaian yang sederhana menurut para ulama adalah yang
berwarna gelap. Seperti hitam, biru tua, hijau tua, merah tua atau semisalnya.
Bahkan jika kita meninjau dari sisi budaya, di lingkungan Arab Saudi pakaian
putih bagi perempuan sering dikatakan sebagai pakaian yang ‘saru’. Mengapa
saru? Karena akan menerawang jika terkena cahaya dan juga di Arab Saudi pakaian
putih kerap dijadikan pakian dalam dan hanya dipakai di dalam rumah.
b. Bagaimana cara
menutup kaki?
Pakaian seorang wanita baik rok, gamis maupun celana tentu tak dapat
menutup seluruh kaki. Maka untuk menutup ujung bawah kaki dibutuhkan kaos kaki.
Jika anda belum terbiasa memakainya, hendaknya dari sekarang supaya dibiasakan.
Menutup kaki adalah aurat seorang perempuan bukan hanya dalam ihram ataupun
shalat saja, melainkan untuk setiap saat.
c. Bolehkah
memakai kain penutup punggung tangan?
Hal ini termasuk diantara permasalahan yang diperselisihkan di masyarakat.
Seorang yang meyakini bahwa aurat seorang wanita adalah seluruh badan kecuali
wajah dan “kaffun”. Ketika disini kaffun dimaknai hanya ‘perut tangan’ saja dia
akan mengatakan bahwa menutup punggung tangan hukumnya wajib. Karenanya dia
akan memakai kain penutup punggung tangan dalam shalat dan ihramnya.
Sedangkan sebaliknya seorang yang meyakini bahwa aurat seorang wanita
adalah seluruh badan kecuali wajah dan “kaffun” dan disini kaffun dimaknai
perut dan punggung tangan, maka dia merasa tidak perlu menutup punggung
tangannya kecuali hanya lengan tangan hingga pergelangannya.
Mana diantara kedua pendapat ini yang benar? Allahu a’lam, namun kita harus
mengembalikannya kepada Bahasa Arab, dan ternyata disana kaffun lebih sering
dimaknai oleh para ulama sebagai perut dan juga punggung tangan. Karenanya kain
penutup punggung tangan tidak diperlukan dalam pakaian ihram seorang wanita.
Bahkan beberapa ustadz praktisi haji dan umrah kerap menggolongkannya sebagai
sesuatu yang menyerupai kaos tangan, padahal kaos tangan dilarang dalam ihram.
Lantas bagaimana? Tanggalkan saja kain penutup punggung tangan dan pakai
deker penutup pergelangan tangan agar suatu saat ketika lengan baju terbuka,
aurat kita tidak akan tampak di mata orang.
d. Bolehkah memakai
masker?
Memakai masker bagi seorang laki-laki justru tidak terlarang, namun bagi
perempuan harus melalui pembahasan terlebih dahulu. Mengapa? Karena masker
adalah kain penutup wajah yang menyerupai niqab (cadar).
Untuk membahas ini kita harus melibatkan seorang dokter, andaikan anda
seorang sehat yang ‘hanya’ ketakutan terkena debu sehingga memilih untuk
memakai masker, hal ini terlarang. Namun berbeda dengan seorang yang sudah
dikatakan sakit oleh dokter dan disarankan untuk memakai masker agar sakitnya
tidak semakin parah, maka hal ini diperbolehkan.
Jadi kesimpulan akan hal ini masker bagi perempuan hendaknya tidak dipakai,
kecuali jika dia benar-benar sakit maka memakai masker mendapatkan
pengkhususan.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan
keterangan-keterangan di atas, maka hemat penulis bahwa walaupun sesama
perempuan tetap menutup aurat itu harus dilakukan, akan tetapi batas aurat
wanita tergantung situasi kondisinya. Bila sesama wanita maka auratnya adalah
seperti auratnya lelaki yaitu hanya anggota tubuh antara pusar dan lutut, maka
perbuatan yang banyak dilakukan oleh
jamaah haji saat berwudhu, mengganti kaos kaki, melepas kerudung di
tengah-tengah rekan sesama wanita maka tidaklah mengapa, bukan merupakan
pelanggaran yang mengharuskan dam. Namun tentunya adab sopan santun tetap
dijaga dengan sebaik-baiknya.
E.
PENUTUP
Demikianlah penyajian kami tentang AURAT WANITA YANG TERLIHAT OLEH
SESAMA WANITA SAAT IHRAM. Mudah-mudahan bermanfaat. Nasrun Minallahi Wa Fathun
qorib.
Referensi :
-
A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997
-
Tim Penulis
IAIN Syarif Hidayatullah,
Ensiklopedi
Islam Indonesia, Djambatan,
Jakarta, 1992
-
Muhammad Jawad
Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, terj. Masykur A. B. Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff, Lentera, Jakarta, 2001