google

Monday, 6 February 2017

AURAT PEREMPUAN  YANG TERLIHAT OLEH SESAMA PEREMPUAN SAAT IHRAM
Oleh : Nasudi, Majlis Tajdid dan Tarjih PDM Kabupaten Tegal
Disampaikan pada Musyawarah Wilayah Majlis Tajdid dan Tarjih  Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Sabtu-Ahad 29 R. Akhir – 1 Jumadil Ula 1438 H/ 28-29 Januari 2017 M.

A.      PENDAHULUAN

           Mengutip dari lampiran Surat Majlis Tajdid dan Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah;  Perempuan Saat Ihram terlihat Auratnya oleh Perempuan lain. Perilaku para jamaah haji khususnya yang terkait dengan kaum perempuan adalah berkembangnya pendapat tentang boleh dan tidaknya seorang perempuan saat ihram terlihat auratnya oleh perempuan lain, sebut saja misalnya; saat wudhu, ganti kaus kaki, pakai kerudung di kamar, dan lain-lain. Dalam mensikapi hal ini, KBIH-KBIH berbeda beda. Ada yang tidak membolehkan, Sebagal konsekuensinya, saat hendak wudhu, misalnya, seorang perempuan yang sedang ihram harus berwudhu yang tidak dilihat oleh siapa pun termasuk sesama perempuan. Berbeda dengan pendapat yang pertama, pendapat yang kedua ini membolehkan. Artinya seorang perempuan saat ihram boleh terlihat auratnya oleh perempuan lain, sehingga perempuan yang terlihat auratnya tidak terkena larangan atau pelanggaran.

B.      PERMASALAHAN

           Dari pernyataan di atas, maka dapat diuraikan beberapa permasalahan :
(1).     Bagaimana Aurat wanita dan  batas-batasnya
(2).     Boleh tidaknyya sesama wanita melihat auratnya.
(3).     Pakaian dan aurat wanita saat berihram.
(4). Pelanggaran terhadap melihat aurat wanita saat ihram apakah mewajibkan adanya dam pelanggaran.

C.      PEMBAHASAN

1.      PENGERTIAN  AURAT

Aurat secara bahasa berasal dari katرﺎﻋ , dari kata tersebut muncul derivasi kata bentukan baru dan makna baru pula. Bentuk awira (menjadikan buta sebelah mata), awwara (menyimpangkan, membelokkan dan memalingkan), a’wara (tampak lahir atau auratnya), al-‘awaar (cela atau aib), al-‘wwar (yang lemah, penakut), al-aura’ (kata-kata dan perbuatan buruk,  keji dan kotor), sedangkan al-‘aurat adalah segala perkara yang dirasa malu. (W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997, hlm. 984-985)
Pendapat  senada  juga dinyatakan  bahwa  aurat adalah  sesuatu  yang terbuka,  tidak  tertutup,  kemaluan,  telanjang,  aib dan  cacat. (Tim  Penulis  IAIN  Syarif  Hidayatullah,  Ensiklopedi  Islam  Indonesia,  Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 135).

2.      HUKUM MENUTUP AURAT

Menurut  syariat  Islam  menutup  aurat  hukumnya  wajib  bagi  setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan terutama yang telah dewasa dan dilarang memperhatikannya kepada orang lain dengan sengaja tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat, demikian juga syariat Islam pada dasarnya memerintahkan  kepada  setiap  mukmin,  khususnya  yang  sudah  memiliki nafsu birahi untuk tidak melihat dan tidak memperlihatkan auratnya kepadaorang lain terutama yang berlainan jenis.
Dalam Al-Quran Surat 24. An-Nur ayat  : 30 – 31:
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ٣١ [سورة النّور,٣٠-٣١]

30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat"
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [An Nur,30-31].
Para ahli hukum Islam berbeda pendapat  dalam menentukan  batas- batas aurat itu sendiri, baik aurat laki-laki maupun perempuan. Menurut kebanyakan ulama’ batas aurat orang laki-laki ialah anggota-anggota  tubuh yang  terletak  antara  pusat  dan  lutut,  terutama  alat  kelamin  dan  dubur  di samping  juga  paha.  Sedangkan  menurut  sebagian  ulama’  yang  lain,  aurat orang laki-laki hanyalah alat vital dan dubur, sedangkan paha tidak termasuk ke  dalam  kategori  aurat  yang  wajib  ditutup.  Jumhur  ulama’  berpendapat bahwa  aurat  laki-laki  yang  tidak  boleh  diperlihatkan  kepada  orang  lain terutama  kepada  kaum wanita,  ialah anggota-anggota  badan  yang berkisar antara pusat dan lutut. Sementara sebagian kecil ulama’ yang pendapatnya dianggap lemah oleh kebanyakan ulama’, menyatakan bahwa aurat laki-laki di hadapan kaum wanita yang bukan mahramnya adalah seluruh anggota badannya.

3.      HUKUM MENUTUP AURAT  BAGI PEREMPUAN
Sedangkan untuk Aurat perempuan atau anggota tubuh yang harus ditutupi itu berbeda sesuai dengan situasi atau kondisi dengan siapa dia berkumpul atau bertemu. Apakah dengan sesama wanita, dengan laki-laki bukan mahram, dengan pria yang mahram atau saat shalat
(1).    Aurat Perempuan dengan Sesama Wanita Muslimah 
Jumhur Ulama berpendapat bahwa aurat wanita di depan perempuan lain sama dengan auratnya laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Fiqhiyah dikatakan: 
ذَهَبَ الْفُقَهَاءُ إِلَى أَنَّ عَوْرَةَ الْمَرْأَةِ بِالنِّسْبَةِ لِلْمَرْأَةِ هِيَ كَعَوْرَةِ الرَّجُل إِلَى
الرَّجُل، أَيْ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَلِذَا يَجُوزُ لَهَا النَّظَرُ إِلَى جَمِيعِ بَدَنِهَا عَدَا مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْعُضْوَيْنِ، وَذَلِكَ لِوُجُودِ الْمُجَانَسَةِ وَانْعِدَامِ الشَّهْوَةِ غَالِبًا، وَلَكِنْ يَحْرُمُ ذَلِكَ مَعَ الشَّهْوَةِ وَخَوْفِ الْفِتْنَةِ (1) 1) بدائع الصنائع 6 / 2961، تبيين الحقائق 6 / 18، الشرح الصغير 1 / 288، مواهب الجليل 1 / 498، 499، طبع مطبعة النجاح - ليبيا، مغني المحتاج 3 / 13، المغني 7 / 105..

“Para ahli fiqih berpendapat bahwa aurat wanita dengan sesama perempuan itu sama dengan aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Oleh karena itu wanita boleh memandang seluruh tubuh wanita lain kecuali antara pusar dan lutut. Hal itu disebabkan karena sesama jenis dan umumnya tidak ada syahwat. Akan tetapi haram hukumnya apabila melihat disertai syahwat dan takut terjadi fitnah.” 
Namun menurut suatu pendapat dalam madzhab Maliki dan Hanbali, aurat wanita dengan wanita lain adalah kedua kemaluan depan dan belakang saja. Menurut Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf mengtakan bahwa ini adalah salah satu pendapat dalam madzhab Hanbali.         
 
(2).    Aurat Anak Perempuan (Belum Baligh)           
Anak kecil perempuan usia di bawah 4 (empat) tahun maka tidak ada aurat baginya menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.

Anak kecil perempuan usia di atas 4 (empat) tahun dan belum mengundang syahwat maka auratnya adalah depan dan belakang (farji dan dubur) menurut madzhab Hanafi. Apabila mengundang syahwat, maka auratnya sama dengan perempuan dewasa walaupun usianya di bawah 10 tahun menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Maliki.

Anak perempuan usia 7 (tujuh) tahun ke atas, auratnya di depan laki-laki bukan mahram adalah seluruh tubuh menurut madzhab Hanbali kecuali wajah, leher, kepala, tangan sampai siku dan kaki.

Anak perempuan usia 10 tahun auratnya sama dengan wanita usia dewasa yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali.

(3).    Aurat Perempuan dengan Laki-laki Bukan Mahram    

Madzhab Syafi'i: Di depan laki-laki yang bukan mahram seluruh tubuh wanita adalah aurat (harus ditutup) kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Dalam kiab al-Umm juz I halaman 89, Imam asy-Syafi'i berkata: 
وكل المرأة عورة، إلا كفيها ووجهها. وظهر قدميها عورة 

“Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajah. Sedang bagian atas kaki adalah aurat (telapak kaki bukan aurat).” 
Madzhab Maliki: Madzhab Maliki sama dengan Madzhab Syafi'i bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Imam ‘Iyadh Rh. Berkata: 
ولا خلاف أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى الله عليه وسلم

“Tidak ada perbedaan ulama mengenai wajibnya menutupi wajah wanita, itu (wajibnya menutupi wajah) termasuk salah satu kekhususan bagi para istri Nabi Saw.” 

Madzhab Hanafi: Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan kedua tangan perempuan boleh terbuka/bukan aurat. Dan laki-laki boleh memandang wajah perempuan asal tidak syahwat. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani al-Atsar juz II halaman 392 menyatakan:

أبيح للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحرَّم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن، وحرم ذلك عليهم من أزواج النبي. وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى 
“Diperbolehkan bagi seseorang untuk memandang sesuatu dari perempuan yang tidak diharamkan atasnya, yakni wajah dan telapak tangan mereka. Diharamkan yang demikian itu (memandangnya) adalah bagi para istri Nabi Saw. Yang demikian itu adalah pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dan Muhammad Rahimahumullahu ta’ala.”

Madzhab Hanbali: Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah aurat wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat maupun di luar shalat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata: 


الصحيح من المذهب أن الوجه ليس من العورة 


“Bahwa yang benar dari Madzhab Hanbali adalah berpendapat wajah bukanlah aurat.”

(4).    Aurat Perempaun dengan Laki-laki Mahram
Madzhab Syafi'i: Aurat wanita saat bersama dengan laki-laki mahram adalah antara pusar sampai lutut. Itu berarti sama dengan aurat wanita dengan sesama wanita. Berdasarkan keterangan Imam Khatib asy-Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj juz I halaman 185 dan juz III halaman 131. 
Madzhab Maliki: Ulama Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala dan leher. Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214. 
Madzhab Hanbali: Ulama Madzhab Hanbali berpendapat bahwa aurat perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala, leher, tangan dan saq (antara lutut sampai telapak kaki). Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.

            Madzhab Hanafi: Aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala dan leher ditambah dada. Dalam Madzhab Hanafi laki-laki boleh memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat. Berdasarkan keterangan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271. 

(5).    Aurat Perempuan Ketika Shalat

            Menutupi aurat ketika shalat adalah wajib dilakukan sejak awal sampai akhir shalat. Apabila aurat terbuka di tengah shalat tanpa sengaja, maka shalatnya tidak batal asalkan sedikit dan segera ditutup. Apabila terbukanya secara sengaja maka shalatnya batal dan wajib mengulangi. Batas aurat wanita saat shalat menurut madzhab yang 4 (empat) adalah: 

            Madzhab Syafi'i: Ketika shalat seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan luar dan dalam. 

Madzhab Hanafi: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali; telapak tangan bagian dalam (bagian luar telapak tangan termasuk aurat) dan bagian luar telapak kaki (telapak kaki bagian dalam adalah aurat). 

            Madzhab Hanbali: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah. 

Madzhab Maliki: Dalam Madzhab Maliki membagi aurat wanita ketika shalat menjadi 2 (dua) yaitu mughalladzah (berat) dan mukhaffafah (ringan) dan masing-masing memiliki hukum tersendiri. Aurat mughalladzah adalah seluruh anggota tubuh selain seputar kepala, dada dan punggung atau antara pusar sampai lutut. Aurat mukhaffafah (ringan) adalah seluruh tubuh selain dada, punggung, leher, lengan (antara siku sampai pergelangan tangan) dan dari lutut sampai akhir telapak kaki atau selain pusar sampai lutut kaki. Terbukanya aurat mughalladzah ketika shalat dapat membatalkan shalat. Sedang terbukanya aurat mukhaffafah tidak membatalkan shalat. Akan tetapi disunnahkan mengulangi shalat apabila waktu mencukupi.
4.      PAKAIAN IHRAM PEREMPUAN

Bagi perempuan, tidak ada ketentuan secara khusus seperti apa pakaian ihramnya. Yang terpenting bagi perempuan adalah memakai pakaian yang menutup aurat namun justru tidak diperkenankan memakai penutup wajah dan juga penutup telapak tangan. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW:

لَا تَنْتَقِبْ الْمَرْأَةُ الْمُحْرِمَةُ وَلَا تَلْبَسْ الْقُفَّازَيْنِ
Wanita yang sedang dalam keadaan berihram supaya tidak memakai niqab (cadar) dan tidak memakai kaos tangan (HR Bukhari 1838)

Yang perlu dicatat dalam masalah aurat bagi perempuan adalah bentuk pakaiannya, tentu memakai rok atau gamis lebih baik dibanding celana yang membentuk anggota badan. Pakaian yang tidak transparan pun termasuk diantara masalah yang perlu diperhatikan, dan satu lagi mengenai pakaian ketat supaya ditinggalkan.

Diantara permasalahan mengenai ihram bagi perempuan ini akan kami bahas secara langsung, agar anda para pembaca tak harus memendam rasa penasaran.

a.   Apakah pakaian ihram bagi perempuan harus berwarna putih?
Tidak, bahkan sebenarnya pakaian putih hanya disunnahkan untuk dipakai laki-laki, bukan perempuan. Bagi perempuan memakai pakaian ihram berwarna hijau, pink, merah atau berwarna-warni tidak terlarang. Namun yang terbaik dalam kondisi ibadah (apalagi dalam keadaan ihram) supaya memakai yang sederhana.
Para ulama memaknai pakaian yang sederhana bukanlah pakaian yang membuka aurat karena kainnya sedikit. Pakaian sederhana tetaplah yang menutup aurat namun tidak banyak menggunakan perpaduan warna, tidak banyak menggunakan pernak-pernik seperti bordir, gambar atau semisalnya. Pakaian yang polos lebih diutamakan.
Termasuk diantara pakaian yang sederhana menurut para ulama adalah yang berwarna gelap. Seperti hitam, biru tua, hijau tua, merah tua atau semisalnya. Bahkan jika kita meninjau dari sisi budaya, di lingkungan Arab Saudi pakaian putih bagi perempuan sering dikatakan sebagai pakaian yang ‘saru’. Mengapa saru? Karena akan menerawang jika terkena cahaya dan juga di Arab Saudi pakaian putih kerap dijadikan pakian dalam dan hanya dipakai di dalam rumah.

b.   Bagaimana cara menutup kaki?
Pakaian seorang wanita baik rok, gamis maupun celana tentu tak dapat menutup seluruh kaki. Maka untuk menutup ujung bawah kaki dibutuhkan kaos kaki. Jika anda belum terbiasa memakainya, hendaknya dari sekarang supaya dibiasakan. Menutup kaki adalah aurat seorang perempuan bukan hanya dalam ihram ataupun shalat saja, melainkan untuk setiap saat.

c.    Bolehkah memakai kain penutup punggung tangan?
Hal ini termasuk diantara permasalahan yang diperselisihkan di masyarakat. Seorang yang meyakini bahwa aurat seorang wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan “kaffun”. Ketika disini kaffun dimaknai hanya ‘perut tangan’ saja dia akan mengatakan bahwa menutup punggung tangan hukumnya wajib. Karenanya dia akan memakai kain penutup punggung tangan dalam shalat dan ihramnya.
Sedangkan sebaliknya seorang yang meyakini bahwa aurat seorang wanita adalah seluruh badan kecuali wajah dan “kaffun” dan disini kaffun dimaknai perut dan punggung tangan, maka dia merasa tidak perlu menutup punggung tangannya kecuali hanya lengan tangan hingga pergelangannya.
Mana diantara kedua pendapat ini yang benar? Allahu a’lam, namun kita harus mengembalikannya kepada Bahasa Arab, dan ternyata disana kaffun lebih sering dimaknai oleh para ulama sebagai perut dan juga punggung tangan. Karenanya kain penutup punggung tangan tidak diperlukan dalam pakaian ihram seorang wanita. Bahkan beberapa ustadz praktisi haji dan umrah kerap menggolongkannya sebagai sesuatu yang menyerupai kaos tangan, padahal kaos tangan dilarang dalam ihram.
Lantas bagaimana? Tanggalkan saja kain penutup punggung tangan dan pakai deker penutup pergelangan tangan agar suatu saat ketika lengan baju terbuka, aurat kita tidak akan tampak di mata orang.

d.   Bolehkah memakai masker?
Memakai masker bagi seorang laki-laki justru tidak terlarang, namun bagi perempuan harus melalui pembahasan terlebih dahulu. Mengapa? Karena masker adalah kain penutup wajah yang menyerupai niqab (cadar).
Untuk membahas ini kita harus melibatkan seorang dokter, andaikan anda seorang sehat yang ‘hanya’ ketakutan terkena debu sehingga memilih untuk memakai masker, hal ini terlarang. Namun berbeda dengan seorang yang sudah dikatakan sakit oleh dokter dan disarankan untuk memakai masker agar sakitnya tidak semakin parah, maka hal ini diperbolehkan.
Jadi kesimpulan akan hal ini masker bagi perempuan hendaknya tidak dipakai, kecuali jika dia benar-benar sakit maka memakai masker mendapatkan pengkhususan.

D.     KESIMPULAN

Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, maka hemat penulis bahwa walaupun sesama perempuan tetap menutup aurat itu harus dilakukan, akan tetapi batas aurat wanita tergantung situasi kondisinya. Bila sesama wanita maka auratnya adalah seperti auratnya lelaki yaitu hanya anggota tubuh antara pusar dan lutut, maka perbuatan yang banyak dilakukan  oleh jamaah haji saat berwudhu, mengganti kaos kaki, melepas kerudung di tengah-tengah rekan sesama wanita maka tidaklah mengapa, bukan merupakan pelanggaran yang mengharuskan dam. Namun tentunya adab sopan santun tetap dijaga dengan sebaik-baiknya.

E.      PENUTUP

Demikianlah penyajian kami tentang AURAT WANITA  YANG TERLIHAT OLEH SESAMA WANITA SAAT IHRAM. Mudah-mudahan bermanfaat. Nasrun Minallahi Wa Fathun qorib.

Referensi :
-             A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Pustaka Progresif, Surabaya, 1997
-             Tim  Penulis  IAIN  Syarif  Hidayatullah,  Ensiklopedi  Islam  Indonesia,  Djambatan, Jakarta, 1992
-             Muhammad  Jawad  Mughniyah,  Fiqih  Lima  Mazhab,  terj.  Masykur  A.  B.  Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff, Lentera, Jakarta, 2001