google

Friday, 25 August 2017

BILA SHALAT 'ID JATUH HARI JUM'AT, WAJIBKAH SHALAT JUM'AT

SHALAT ‘ID DI HARI JUM'AT, BOLEHKAH MENINGGALKAN SHALAT JUM'AT
(Naskah ini telah dimuat juga dalam Jurnal Kajian Rutin Edisi ke-6 Agustus 2017 MTT PDM Kab. Tegal )

Insya Allah Hari Raya Idul Adha 1438 H akan jatuh pada hari Jumat Wage 1 September 2017 M. Hal ini berdasarkan hisab haqiqi yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Kondisi seperti ini akan berakibat pada konsekuensi hukum pelaksanaan Shalat Jumat. Jika kita menelaah berbagai kitab hadits, akan didapati beberapa riwayat atau hadits yang menerangkan adanya keringanan untuk tidak melakukan shalat Jum’at bagi orang yang telah melakukan shalat Hari Raya.  Permasalahan hari raya (baik Idul Fitri maupun Idul Adha) yang jatuh pada hari Jumat pernah ditanyakan dan dijawab dalam SM selanjutriya dapat dibaca kembali dalam Buku Tanya Jawab Agama jilid II halaman 114. Penerbit Suara Muhammadiyah tahun 1992. Kemudian pada tahun 1995 permasalahan tersebut dibahas lagi oleh Majelis Tarjih karena Hari Raya Idul Fitri Tahun 1415 H/1995 M jatuh pada hari Jumat tanggal 3 Maret 1995. Hasilnya dimuat dalam Surat Majelis Tarjih PP Muhammadiyah No.19/C.1/MT PPM/1995, tanggal 15 Ramadlan 1415 H/15 Februari 1995 M.

Ada beberapa hadits yang menerangkan adanya keringanan untuk tidak melakukan shalat Jumat bagi orang yang pada pagi harinya sudah melaksanakan shalat Id. Tetapi hadits-hadits tersebut ada yang dinilai lemah, karena ada perawinya yang tidak dikenal, yaitu hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan lbnu Majah dari Ilyas bin Abi Ramlah. Ada juga yang dinilai sebagai hadits mursal, yaitu hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah. Disamping itu, ada juga hadits yang dinilai sahih. yaitu hadits yang diriwayatkan an-Nasai dan Abu Daud. Hadits tersebut sebagai berikut:
عَنْ وَهْبِ بْنِ كَيْسَانِ قَالَ: اِجْتَمَعَ عِيْدَانِ عَلَى عَهْدِ بْنِ الزُّبَيْرِ، فَأَخَّرَ اْلخُرُوجَ حَتَّى تَعَالَى النَّهَارَ ثُمَّ خَرَجَ فَخَطَبَ، ثُمَّ نَزَلَ فَصَلَّى، وَلَمْ يُصَلِّ لِلنَّاسِ يَوْمَ اْلجُمْعَةِ. فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لاِبْنِ عَبَّاسٍ فَقَالَ أَصَابَ السُّنَّةَ. [رواه السائى وأبو داود]
 Hadits diriwayatkan dari Wahab bin Kaisan, ia berkata: Telah bertepatan dua hari raya (Jumat dan hari raya) di masa Ibnu Zubair, dia berlambat-lambat keluar, sehingga matahari meninggi. Di ketika matahari telah tinggi, dia pergi keluar ke mushala lalu berkhutbah, kemudian turun dari mimbar lalu shalat. Dan dia tidak shalat untuk orang ramai pada hari Jumat itu (dia tidak mengadakan shalat Jumat lagi). Saya terangkan yang demikian ini kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata: Perbuatannya itu sesuai dengan sunnah.” [HR. an-Nasai dan Abu Daud]

Hadits lainnya adalah yang menerangkan bacaan shalat Nabi ketika hari raya jatuh pada hari Jumat, yaitu sebagai berikut:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي اْلعِيدَيْنِ وَفِي اْلجُمْعَةِ سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَ هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ اْلغَاشِيَةِ، وَإِذَا اجْتَمَعَ اْلعِيدُ وَاْلجُمْعَةُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا فِي صَلاَتَيْنِ. [رواه الجماعة إلا البخاري وابن ماجة]
 “Diriwayatkan dari Nu'man bin Basyir ra., ia berkata: Nabi saw selalu membaca pada shalat kedua hari raya dan shalat Jumat: sabbihisma rabbikal a'la dan hal ataka haditsul ghasyiyah. Apabila berkumpul hari raya dan Jumat pada suatu hari Nabi saw membaca surat-surat itu di kedua-dua shalat.” [HR. al-Jamaah kecuali al-Bukhari dan Ibnu Majah]
Menurut Majelis Tarjih, memahami riwayat yang pertama timbul kesan bahwa apabila hari raya jatuh pada hari Jumat, shalat Jumat tidak perlu dilakukan. Pemahaman yang demikian adalah belum selesai, mengingat adanya hadits yang kedua yang diriwayatkan oleh segolongan ahli hadits termasuk Muslim, kecuali al-Bukhari dan Ibnu Majah. Dari riwayat yang kedua melalui pemahaman isyaratun nas dapat dipahami bahwa Nabi saw pada hari raya tetap melakukan shalat Jumat.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa Nabi saw melakukan shalat Jumat sekalipun hari itu bertepatan dengan hari raya. Adapun keringanan yang disebut pada riwayat yang pertama adalah merupakan keringanan bagi orang yang sangat jauh dari kota untuk menuju tempat shalat hari raya dan shalat Jumat di kala itu. Sehingga apabila seseorang harus bolak-balik, yaitu pulang dari shalat Id lalu kembali lagi untuk shalat Jumat padahal jauh tempat tinggalnya, maka akan mengalami kesukaran dan kepayahan.
Atas dasar ini Majelis Tarjih menyimpulkan bahwa bila hari raya jatuh pada hari Jumat, Nabi saw melaksanakan shalat Jumat. Oleh karenanya, seluruh warga Muham-madiyah hendaknya tetap melakukan shalat Jumat pada hari raya di masjid-masjid yang mudah dijangkau pada siang harinya setelah pada pagi harinya melaksanakan shalat Id.
(Sumber : Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah, Buku Tanya Jawab Agama Jilid 5 Cet. II tahun 2007 hal. 48-51).

PENDAPAT  FATWA LAJNAH DAIMAH

Fatwa no. 21160 diterbitkan tanggal 8 Dzulqa’dah 1420 H

Terdapat banyak pertanyaan terkait peritiwa hari raya yang bertepatan dengan hari jumat. Baik idul fitri maupun idul adha. Apakah jumatan tetap wajib dilaksanakan bagi mereka yang telah melaksanakan shalat id? Bolehkah mengumandangkan adzan di masjid yang diadakan shalat dzuhur? Dan beberapa pertanyaan terkait lainnya. Untuk itu, Lajnah Daimah menerbitkan fatwa berikut:

Dalam permasalahan ini, ada beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keterangan sahabat yang menjelaskan hal itu. Diantaranya:

Pertama, hadis Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu, bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepadanya: “Apakah anda pernah mengikuti hari raya yang bertepatan dengan hari jumat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” “Lalu apa yang beliau lakukan?” Jawab Zaid:

صلى العيد ثم رخص في الجمعة، فقال: من شاء أن يصلي فليصل
Beliau shalat id, dan memberi keringanan untuk tidak shalat jumat. Beliau berpesan: ‘Siapa yang ingin shalat jumat, hendaknya dia shalat.’” (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasai, ibn Majah, Ad-Darimi).

Kedua, hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قد اجتمع في يومكم هذا عيدان، فمن شاء أجزأه من الجمعة، وإنا مجمعون
“Pada hari ini terkumpul dua hari raya (jumat dan id). Siapa yang ingin shalat hari raya, boleh baginya untuk tidak jumatan. Namun kami tetap melaksanakan jumatan.” (HR. Abu Daud, Ibn Majah, Ibnul Jarud, Baihaqi, dan Hakim).

Ketiga, hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:
اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فصلى بالناس ثم قال: من شاء أن يأتي الجمعة فليأتها ومن شاء أن يتخلف فليتخلف

Pernah terkumpul dua hari raya dalam sehari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau mengimami shalat id, dan berkhutbah: “Siapa yang ingin jumatan, silahkan datang jumatan. Siapa yang ingin tidak hadir jumatan, boleh tidak hadir. (HR. Ibn Majah).
Sementara dalam riwayat At-Thabrani di Al-Mu’jam Al-Kabir, dinyatakan bahwa Ibnu Umar menceritakan:

اجتمع عيدان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم: يوم فطر وجمعة، فصلى بهم رسول الله صلى الله عليه وسلم العيد، ثم أقبل عليهم بوجهه فقال: يا أيها الناس إنكم قد أصبتم خيراً وأجراً وإنا مجمعون، ومن أراد أن يجمع معنا فليجمع، ومن أراد أن يرجع إلى أهله فليرجع
Pernah terkumpul dua hari raya dalam sehari di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, idul fitri dan hari jumat. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami shalat id, lalu berkhutbah di hadapan para saha-bat: “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah mendapat-kan kebaikan dan pahala, namun kami akan tetap melaksanakan jumatan. Siapa yang ingin ikut jumatan bersama kami, silahkan ikut. Siapa yang ingin pulang ke keluarganya, silahkan pulang.”

Keempat, hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجتمع عيدان في يومكم هذا فمن شاء أجزأه من الجمعة وإنا مجمعون إن شاء الله
Terkumpul dua hari raya pada hari ini. Siapa yang ingin shalat id, maka boleh baginya untuk tidak ikut jumatan. Dan kami akan tetap melaksanakan jumatan, insyaa Allah.” (HR. Ibn Majah, kata Al-Bushiri: Sanadnya shahih dan perawinya tsiqat).

Kelima, riwayat dari Atha bin Abi Rabah, beliau menceritakan:
Abdullah bin Zubair pernah mengimami kami shalat id pada hari jumat di pagi hari. Kemudian (si siang hari) kami berangkat jumatan. Namun Abdullah bin Zubair tidak keluar untuk mengimami jumatan, sehingga kami shalat (dzuhur) sendiri-sendiri. Ketika itu, Ibnu Abbas sedang di Thaif. Ketika kami datang ke Thaif, kami ceritakan kejadian ini dan beliau mengatakan, ‘Dia (Ibn Zubair) sesuai sunah.’” (HR. Abu Daud). Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan, bahwa Ibnu Zubair mengatakan:
رأيت عمر بن الخطاب إذا اجتمع عيدان صنع مثل هذا
Saya melihat Umar bin Khatab, ketika ada dua hari raya yang bersamaan, beliau melakukan seperti itu.”
Keenam, riwayat dari Abu Ubaid, bekas budak Ibnu Azhar, bahwa beliau pernah mengalami kejadian berkum-pulnya dua hari raya di zaman Utsman bin Affan. Ketika itu hari jumat. Kemudian beliau shalat hari raya, lalu berkhutbah:
يا أيها الناس إن هذا يوم قد اجتمع لكم فيه عيدان، فمن أحب أن ينتظر الجمعة من أهل العوالي فلينتظر، ومن أحب أن يرجع فقد أذنت له
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya pada hari ini terkumpul dua hari raya. Siapa diantara penduduk pedalaman yang ingin menunggu jumatan maka hendaknya dia menunggu (tidak pulang). Dan siapa yang ingin pulang, aku izinkan dia untuk pulang.” (HR. Bukhari dan Malik dalam Al-Muwatha’)

Ketujuh, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa terkumpul dua hari raya di hari jumat, beliau berkhutbah setelah shalat id:
من أراد أن يجمع فليجمع، ومن أراد أن يجلس فليجلس
Siapa yang ingin menghadiri jumatan, silahkan datang. Siapa yang ingin tetap di rumah, silahkan duduk di rumahnya (tidak berangkat jumatan).” (HR. Ibn Abi Syaibah dan Abdur Razaq).

Berdasarkan beberapa hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keterangan dan praktek sejumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum, serta pendapat yang dianut oleh mayoritas ulama, maka Lajnah Daimah memutus-kan hukum berikut:

Orang yang telah menghadiri shalat id, mendapat keringanan untuk tidak menghadiri jumatan. Dan dia wajib shalat dzuhur setelah masuk waktu dzuhur. Akan tetapi jika dia tidak mengambil keringanan, dan ikut shalat jumat maka itu lebih utama.Orang yang tidak menghadiri shalat id maka tidak termasuk yang mendapatkan keringanan ini. Karena itu, kewajiban jumatan tidak gugur baginya, sehingga diawajib berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat jumat. Jika di masjid tempatnya tidak ada shalat jumat maka dia shalat dzuhur.Wajib bagi takmir masjid atau petugas jumatan untuk mengadakan jumatan di masjidnya, untuk menyediakan sarana bagi mereka yang tidak shalat id atau orang yang ingin melaksanakan jumatan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam khutbahnya: “Namun kami tetap melaksanakan jumatan” sebagaimana disebutkan dalam hadis-hadis di atas.Orang yang shalat id dan mengambil keringanan untuk tidak jumatan, dia wajib shalat dzuhur setelah masuk waktu dzuhur.Tidak disyariatkan mengumandangkan adzan di hari itu, kecuali adzan di masjid yang diadakan shalat jumat. Karena itu, tidak disyariatkan melakukan adzan dzuhur di hari itu.Pendapat yang menyatakan bahwa orang yang shalat id maka gugur kewajibannya untuk shalat jumat dan shalat dzuhur pada hari itu, adalah pendapat yang tidak benar. Oleh sebab itu, para ulama menghindari pendapat ini, dan menegaskan salahnya pendapat ini, karena bertentangan dengan ajaran dan menganggap ada kewajiban yang gugur tanpa dalil.

Walldhu a'lam.


---- ===NSD=== ----






No comments:

Post a Comment