Memaknai
esensi IdulAdha, Berhaji, dan
Berqurban
Dr H Haedar Nashir, M.Si.
اًلسًّلَامُ
عًلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَلْحَمْدُ لِلّ۫هِ
الَّذيْ هَدَانَا إِلَى الإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ . وَأَمَرَنَا بِشَرِيْعَةِ
نُسُكِ الْحَجِّ إِلَى الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ.
أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلّاَ اَللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ذُوْ
الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ . وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .
اَلْهَادِيْ إِلَى الصِّرَاطِ
الْمُسْتَقِيْمِ . وَالصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ عَلٰى نَبِيِّـنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ
الْمُتَمَسِّكِيْنَ بِالدِيْنِ الْقَوِيْمِ . أَمَا بَعْدُ فَيَا
أَيُّهَاالْمُسْلِمُوْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ رَحِمَكُمُ اللهُ , أُوصِيْ بِنَفْسِيْ وَإِيَّكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ
تُقَاتِهِ لِتَفُوْزُوْا بِالْجنَّةِ النَّعِيْم , وَالسَّلَامَةِ مِنَ الْعَذَابِ
الْأَلِيْمِ . قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ : إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ۞
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ۞ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ۞ [سورة الـكوثر,١-٣]
اَللهُ أَكْبَرُ اللهُ
أَكْبَرُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ و اَللهُ أَكْبَرُ . اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ
الْحَمْدُ . اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا . وَ
سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَ أَصِيْلًا .
لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ . صَدَقَ وَعْدَهُ . وَنَصَرَ عَبْدَهُ , وَأَعَزَّ جُنْدَهُ ,
وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ . لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاَللهُ أَكْبَرُ .
اَللهُ أَكْبَرُ ولِلّٰهِ الْحَمْدُ .
Alhamdulillah, segala
puji dan syukur kita persembahkan ke haribaan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim
atas segala limpahan nikmat-Nya yang tak terbilang. Shalawat dan salam tercurah
kepada Nabi Muhammad saw, Rasul akhir zaman yang menjadi uswah hasanah seluruh umat manusia.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Pagi hari ini, kita
kaum muslimin di seluruh persada Tanah Air, dengan khusyuk dan khidmat
menunaikan shalat Idul Adha mengikuti Sunnah Nabi. Semua bertaqarrub kepada Allah dengan
kepasrahan diri yang tinggi guna meraih ridla dan karunia-Nya. Kita
kumandangkan takbir, tahmid, dan tasbih sebagai wujud kesaksian selaku hamba yang dhaif atas Ke-mahaagungan, Kemahaterpujian, dan
Kemahasucian Allah sebagai Khaliq Yang Maha Segalanya.
Pada Hari Raya ini, kaum muslimin juga menunaikan ibadah qurban, menaati
perintah Allah dan mengikuti jejak Nabi Ibrahim, sebagai wujud kesyukuran akan
nikmat Allah yang tak terhinga sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an:
إِنَّآ
أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ۞ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ۞ إِنَّ
شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ۞ [سورة الـكوثر,١-٣]
Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak. Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.
[Qs.Al Kautsar,1-3]
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Ketika umat Islam di
negeri ini menjalankan shalat Idul Adha dan berqurban, saudara-saudara kita
kaum muslim sedunia sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci. Menunaikan
shalat Idul Adha, berqurban, dan berhaji ketiganya merupakan amaliah ibadah
kepada Allah. Setiap ibadah meski berbeda rukunnya satu sama lain, pada
hakikatnya sama yaitu "bertaqar-rub atau mendekatkan diri kepada Allah" dengan menjalankan segala
perintah-perintah-Nya, menjauhkan larangan-larangan-Nya, dan menunaikan apa
yang diidzinkan oleh-Nya.
Penghambaan setiap
Muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah mengandung makna dan konsekuensi
melakukan kepasrahan diri dengan-tulus atau ikhlas hanya karena Allah, bukan
karena lainnya. Ajaran kepasrahan diri itu dasar dan muaranya ialah bertauhid,
yakni bertuhan hanya kepada allah dan tidak
mensekutukan dengan apa pun, yang harus tumbuh kokoh dalam jiwa yang fitrah
(asli, murni, suci) setiap orang beriman secara jernih. allah berfirman dalam
Al-Qur'an:
فَأَقِمۡ
وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ
عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ
وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Qs. Ar-Ruum : 30)
Dalam diri
setiap manusia itu terdapat jiwa yang cenderung pada kebaikan dan itulah jiwa
yang fitrah atau suci yang membawa pada ketakwaan, sebaliknya terdapat
jiwa yang cenderung pada keburukan dan itulah jiwa fuzara sebagaimana firman
Allah :
وَنَفۡسٖ
وَمَا سَوَّىٰهَا ٧ فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَىٰهَا
٨ قَدۡ أَفۡلَحَ مَن
زَكَّىٰهَا ٩ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠ [سورة
الـشـمـس,٧-١٠]
Artinya: "Dan jiwa
serta penyempurnaannya (cip-taannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensuci-kan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya," (QsAsy-Syams: 7-10).
Ibadah yang kita tunaikan
termasuk shalat Idul Adha, ber-qurban, dan berhaji harus dapat menyuburkan jiwa
ketakwaan sekaligus meredam atau bahkan menghilangkan nafsu keburukan.
Karenanya, melalui shalat Idul Adha, berqurban, dan berhaji maka harus ada perubahan perilaku menjadi semakin
bertakwa. Hati, sikap, ucapan, dan tindakan kita harus semakin taat kepada
Allah dan ihsan kepada sesama dan dalam kehidupan sehari-hari. Jiwa fitrah yang
dihidupkan dengan ibadah dapat menumbuhkan ruhani yang bersih sekaligus meredam
hawa nafsu yang selalu menyala dalam diri manusia selaku insan yang hidup
dalam hukum duniawi menuju kehidupan ukhrawi yang suci dan abadi.
Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah.
Berhaji dan berqurban mengajarkan
jiwa ikhlas untuk menyebarkan nilai kebajikan utama dalam hidup setiap Muslim.
Ikhlas merupakan jiwa tunduk yang total kepada Allah SwT sehingga melahirkan
pribadi yang nirpamrih dalam berbuat kebaikan. Mereka yang hidupnya
ikhlas akan mampu membebaskan diri dari hasrat-hasrat sesaat, seraya melintas
batas ke peran-peran utama sarat makna seperti suka menolong, berbagi, dan
peduli. Mereka berbuat mulia atas nama Allah untuk ihsan bagi
kemanusiaan semesta.
Siapa pun yang berhaji dan
ber-qurban dalam ritual Islam sejatinya menambatkan peribatan itu pada
niat ikhlas hanya untuk Allah semata sebagaimana firman-Nya:
قُلۡ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ [سورة الأنعام,١٦٢]
Artinya: "Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (Qs
Al-An'am: 162).
Ajaran ketulusan ditunjukkan oleh
Ibrahim. Siti Hajar, dan putra tercintanya Ismail dalam kisah qurban. Allah
mengisahkan dalam Al-Qur'an surat Ash-Shaffat 101-111 :
فَبَشَّرۡنَٰهُ بِغُلَٰمٍ حَلِيمٖ ١٠١
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡيَ قَالَ يَٰبُنَيَّ إِنِّيٓ أَرَىٰ فِي ٱلۡمَنَامِ أَنِّيٓ
أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ
سَتَجِدُنِيٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ ١٠٢ فَلَمَّآ
أَسۡلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلۡجَبِينِ ١٠٣ وَنَٰدَيۡنَٰهُ
أَن يَٰٓإِبۡرَٰهِيمُ ١٠٤ قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا
كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١٠٥ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ
١٠٦ وَفَدَيۡنَٰهُ
بِذِبۡحٍ عَظِيمٖ ١٠٧ وَتَرَكۡنَا عَلَيۡهِ فِي ٱلۡأٓخِرِينَ
١٠٨ سَلَٰمٌ عَلَىٰٓ
إِبۡرَٰهِيمَ ١٠٩ كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلۡمُحۡسِنِينَ ١١٠ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
١١١
101. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan
seorang anak yang amat sabar
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur
sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang
sabar"
103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan
Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)
104. Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim
105. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu
sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang
nyata
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar
108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang
baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian
109. (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas
Ibrahim"
110. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik
111. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang
beriman
(Qs Ash-Shaffat: 101-111).
Kini kita kaum Muslimin apakah
hidup kita semakin ikhlas?
Ujian keikhlasan justru terletak
ketika harus berhadapan dengan hal-hal yang berat dan tidak menyenangkan, yang mengandung esensi di baliknya
sebagai batu uji kesabaran, kesyukuran, dan pengabdian menuju kehidupan penuh
makna utama selaku insan bertakwa.
Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah.
Ibadah qurban memang menanamkan
nilai pengorbanan. Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar memberi teladan terbaik
tentang praksis berqurban dengan sepenuh ketakwaan. Allah berfirman:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ
لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٰلِكَ
سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
٣٧ [سورة الحج,٣٧]
Artinya: "Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali
tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan
kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas
petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikan kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik, " (Qs Al-Hajj: 37).
Apalah artinya hanya seekor
hewan qurban bila dibandingkan dengan nyawa seorang Ismail yang sangat dicintai
kedua orangtuanya. Maukah kita hari ini berqurban dengan seekor hewan qurban?
Kenyataan kadang menunjukkan, karena kecintaan yang berlebih terhadap harta,
sebagian orang menjadi berat hati untuk berqurban dengan seekor hewan. Di
antara kita boleh jadi terasa berat untuk berqurban karena hitung-hitungan uang
dan harta, meski untuk seekor hewan. Padahal betapa
tinggi makna dan fungsi dari ibadah qurban itu baik bagi pelaku maupun umat
sesama.
Ibadah qurban mengajarkan
makna amal shaleh dan ihsan. Setiap insan beriman yang memiliki kelebihan
rizki dan akses kehidupan dia niscaya untuk peduli dan berbagi bagi sesama
yang membutuhkan tanpa diskriminasi.
Si kaya berbagi rizki untuk
si miskin. Kaum cerdik pandai berbagi ilmu kepada yang awam. Sesama manusia
saling menjujung tinggi martabat. Laki-laki dan perempuan saling menghormati
dan memuliakan. Siapa pun yang diberi akses kekuasaan dan kekayaan yang lebih
sedangkan dia beriman maka harus rela hati berkurban bagi sesama, lebih-lebih
bagi mereka yang membutuhkan. Semuanya dilandasi spirit pengorbanan yang
memiliki dasar pada ajaran Ilahi, yang melahirkan tindakan-tindakan berbagi dan
peduli pada sesama yang mencerahkan. Menurut ajaran Nabi, "Wa-llahifiy
'auni al-'abdi maa daama al- 'abdu fiy 'auni akhi-hi", bahwa
Allah berada di tengah para hamba sejauh hamba-hamba itu membela sesamanya.
Para elite dan warga di
negeri yang mengaku insan beriman di mana pun berada perlu memgambil makna
hakiki dari ajaran ketulusan, cinta, dan pengorbanan Ibrahim, Ismail, dan
Siti Hajar sebagai model perilaku emas yang menebar keutamaan bagi seluruh
umat manusia. Adanya segelintir orang atau kelompok yang menguasai mayoritas
kekayaan negara dan menyebabkan kesenjangan sosial merupakan bukti lemahnya
jiwa berkurban di tubuh bangsa ini. Luruhnya jiwa
kenegarawanan yang ditandai kian menguatnya kebiasaan mengutamakan kepentingan
diri dan kroni di atas kepentingan publik boleh jadi karena makin terkikisnya
jiwa ikhlas berkorban sebagai kanopi suci yang diajarkan para Nabi Allah
yang kaya mozaik spiritual Ilahiah itu.
Dalam kehidupan umat dan
bangsa sungguh diperlukan jiwa berkurban berbasis iman untuk tegaknya
kebenaran, kebaikan, kemajuan, dan segala keutamaan. Termasuk bagi mereka yang
selama ini memiliki amanat kekuasaan dan memiliki kekayaan berlebih untuk
berkurban demi kesejahteraan rakyat yang masih dilanda kehidupan yang dhu
'afa-mustadh 'afin di
negeri ini. Tanpa pengurbanan dengan jiwa, pikiran, perasaan, dan perbuatan yang tulus dan utama dari para elite dan
warga bangsa maka tidak mungkin tercipta kehidupan yang baik dan maju di tubuh
bangsa ini dalam bingkai Baldatun Thayyibatun Wa
Rabbun Ghafur.
Jamaah
Shalat Idul Adha Rahimakumullah.
Ibadah haji dan qurban juga
mengajarkan sifat cinta, yakni kasih sayang atau welas asih yang
jernih terhadap sesama sebagai perwujudan cinta kepada Allah. Nabi Ibrahim,
Isa, Muhammad, dan para Rasul kekasih Allah mempraktikan hidup kasih sayang itu
terhadap sesama tanpa diskriminasi. Nabi Ibrahim sempat minta kepada Tuhan
agar umat Nabi Luth yang durhaka tidak diberi azab. Sifat welas asih Nabi
yang satu ini diabadikan dalam Al-Qur'an:
إِنَّ
إِبۡرَٰهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّٰهٞ مُّنِيبٞ ٧٥ [سورة هود,٧٥]
Artinya: "Sesungguhnya
Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali
kepada Allah, ". (Qs Hud: 75).
Para Nabi Utusan Allah itu sangatlah berjiwa kasih
sayang. Nabi Muhammad ketika dilempari batu oleh kaum Thaif tatkala hijrah, beliau
berkeberatan pada saat Malaikat Jibril menawarinya agar mereka yang melukainya
itu diberi azab. "Jangan, mereka
sungguh kaum yang belum mengerti", ujar Nabi akhir zaman itu. Dalam
Haditsnya beliau bersabda, yang artinya: "Tidaklah beriman seseorang hingga dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri, " (HR Muslim).
Rahmat Allah pun terlimpah bagi para hamba yang menebarkan kasih sayang di
muka bumi.
Pada saat ini tidak sedikit manusia tejangkiti virus
egoisme, yakni sikap hanya mementingkan diri dan kelompok sendiri. Demi
kepentingan golongan sendiri rela mengorbankan kepentingan sesama, bahkan
terhadap sesama seiman. Aji mumpung kekuasaan tumbuh di mana-mana.
Sebagian
orang beriman pun atas nama agama dan kebenaran tidak sedikit menjadi ringan tangan
berbuat kekerasan, sehingga kehilangan watak kasih sayangnya terhadap sesama.
Agama dan jejak Nabi yang mengajarkan kasih sayang dan kedamaian hanya menjadi
ujaran dan retorika indah, sering tidak menjadi pola tindak dan keteladanan
dalam kehidupan umat beragama. Sejatinya seluruh ibadah menjadikan kita semakin
dekat dengan Allah dan berbuat kebaikan bagi sesama dalam jalinan habluminallah dan
habluminan-nas yang harmonis. Sebagaimana
firman Allah:
ضُرِبَتۡ
عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا بِحَبۡلٖ مِّنَ ٱللَّهِ
وَحَبۡلٖ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَسۡكَنَةُۚ
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بَِٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ
بِغَيۡرِ حَقّٖۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ١١٢ [سورة
آل عمران,١١٢]
Artinya: "Mereka diliputi
kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali
(agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat
kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena
mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi tanpa alasan yang benar.
Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas, " (Qs Ali Imran: 112).
Jamaah Shalat Idul Adha Rahimakumullah.
Di akhir khutbah ini marilah kita berdoa agar shalat Idul
Adha, ibadah qurban, serta segenap ibadah kita selaku Muslim melahirkan
kehidupan yang khusyuk, baik, dan utama. Kita bermunajat kepada
Allah agar hidup di dunia ini senantiasa berada di jalan-Nya, beribadah dan
menjalankan tugas kekhalifahan dalam bimbingan-Nya, serta di akhirat kelak menjadi
penghuni Jannatun Na 'im dalam ridha dan Karunia-Nya. Amin ya Rabb al-'Alamin.*
أَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى نَبِيِّـنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ . وَالْمَؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ .
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ . إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدّعْوَاتِ , فَيَاقَاضِيَ الْحَجَاتِ .
اَللّٰهُمَّ اِنَّا
نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى
الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً
عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا
فِيْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَنَجَاةً مِنَ النَّارِوَالْعَفْوَعِنْدَالْحِسَابِ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا
بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامً . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ
الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ .
Sumber : SUARA MUHAMMADIYAH 16 / 102 I 23
DZULOA'DAH - 8 DZULHIJJAH 1438 H, Halaman 35 - 38.
No comments:
Post a Comment